MAKALAH
Qord (Utang Piutang)
Disusun Guna Untuk Memenuhi
Tugas Makalah Fiqh Muamalah II
Dosen Pengampu : Juhratul Khulwah, M.Si.
Disusun Oleh:
Ahmad Arif Andirson 1621030473
Murtiana 1621xxxxx
Nur Hasanah 1621030412
Teguh sumanto 1621030610
PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI
SYARIAH
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
2018 M /1439 H
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT
atas segala rahmat-NYA sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Dan
harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan mengenai mata kuliah
Fiqih Muamalah II bagi para pembaca. Harapannya supaya lebih faham
mengenai mata kuliah Fiqh mawaris pada sub Qordh.
Karena keterbatasan pengetahuan
maupun pengalaman saya, Saya yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu Saya sangat mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Bandar Lampung, 10 November 2018
Tim Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman Judul.............................................................................................. i
Kata Pengantar............................................................................................. ii
Daftar Isi..................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.................................................................................. iv
B. Rumusan Masalah............................................................................. iv
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian
Qord........................................................................... 1
B. Landasan
Hukum Al-Qardh......................................................... 3
C. Rukun Qordh............................................................................... 5
D. Hukum
Qordh.............................................................................. 5
E. Ketentuan Persyataran Akad Qard.............................................. 6
F. Iplementasi akad qard di lembaga keuangan
syariah................... 7
G. Aplikasi dalam Perbankan Akad qardh....................................... 8
H. Praktik qard dalam Lembaga Keuangan Syariah......................... 8
BAB II
PENUTUP
Kesimpulan................................................................................................ 10
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Hutang
piutang adalah perkara yang tidak bisa dipisahkan dalam interaksi kehidupan
manusia. Ketidakmerataan dalam hal materi adalah salah satu penyebab munculnya
perkara ini. Selain itu juga adanya pihak yang menyediakan jasa peminjaman
(hutang) juga ikut ambil bagian dalam transaksi ini.
Islam
sebagai agama yang mengatur segala urusan dalam kehidupan manusia juga mengatur
mengenai perkara hutang piutang. Konsep hutang piutang yang ada dalam Islam
pada dasarnya adalah untuk memberikan kemudahan bagi orang yang sedang
kesusahan. Namun pada zaman sekarang, konsep muamalah sedikit banyak telah
bercampur aduk dengan konsep yang diadopsi dari luar Islam. Hal ini sedikit
demi sedikit mulai menyisihka, menggeser, bahkan bisa menghilangkan konsep
muamalah Islam itu sendiri. Oleh karena itulah, perkara hutang piutang ini
penting untuk diketahui oleh umat Islam agar nantinya bisa melaksanakan
transaksi sesuai dengan yang telah disyariatkan oleh Allah swt.
Bertolak dari
apa yang sedikit diuraikan di atas, makalah ini dibuat untuk memaparkan apa yang telah disyariatkan oleh
agama Islam terkait al-Qardh (hutang
piutang) dengan kajian normatif yang dikutip dari berbagai sumber terkait
definisi, landasan hukum, hukum qardh, dan lain sebagainya.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, terdapat beberapa masalah yang akan dibahas
sebagai berikut:
1.
Apa definisi al-Qardh
2.
Dasar
Hukum Qordh dan Rukun
3.
Ketentuan
Persyataran Akad Qard
4.
Iplementasi
akad Qard di Lembaga Keuangan Syariah
5.
Aplikasi
dalam Perbankan Akad qardh
6.
Praktik
qard dalam Lembaga Keuangan Syariah
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Qardh
Secara etimologis qardh merupakan bentuk masdar dari qaradha asy-syai’-yaqridhu, yang berarti dia memutuskannya.
Dikatakan, qaradhu asy-syai’a
bil-miqradh, atau memutus sesuatu dengan gunting. Al-qardh adalah sesuatu yang diberikan oleh pemilik untuk dibayar.
Adapun qardh
secara terminologis adalah memberikan harta kepada orang yang
memanfaatkannya dan mengembalikan gantinya dikemudian hari. Menurut Kompilasi
Hukum Ekonomi Syariah, qardh adalah
penyediaan dana atau tagihan antarlembaga keuangan syariah dengan pihak
peminjam yang mewajibkan pihak peminjam untuk melakukan pembayaran secara tunai
atau cicilan dalam jangka waktu tertentu. Definisi yang dikemukakan dalam
Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah bersifat aplikatif dalam akad pinjam-meminjam
antara nasabah dan lembaga keuangan Syariah.[1]
Qard
adalah pinjaman uang atau modal yang
diberikan seseorang kepada pihaklainya, dimana pinjaman tersebut digunakan
untuk usaha atau menjalankan bisnis tertentu. Pihak peminjam berkewajiban
mengembalikan pinjaman tersebut sesuai dengan jumlah yang dipinjamkan tanpa
bergantung kepada untung atau rugi usaha yang dijalankannya. Pinjaman qord juga
tidak berbunga, karena prinsip dalam qard ini adalah tolong menolong.
Berdasarkan firman Allah dalam surat
Al-Maidah ayat: 2 yang berati “Tolong
menolonglah kalian dalam kebaikan dan taqwa, dan janganlah kalian tolong
menolong dalam perbuatan dosa dan permusuhan”.[2]
Qardh adalah pemberian harta kepada orang lain
yang dapat ditagih atau diminta kembali. Dalam literatur fikih Salaf ash
Shalih, qardh dikategorikan dalam akad tathawwul atau akad saling bantu
membantu dan bukan transaksi komersial atau dapat juga dikatakan suatu akad
pembiayaan kepada nasabah tertentu dengan ketentuan bahwa nasabah wajib
mengembalikan dana yang diterimanya kepada Lembaga Keislaman keuangan
Islam (LKI) pada waktu yang telah disepakati oleh LKI dan nasabah.[3]
Adapun
qardh secara terminologis adalah memberikan harta kepada orang yang akan
memanfaatkannya dan mengembalikan gantinya dikemudian hari.[4]
Menurut Firdaus at al., qardh adalah pemberian harta kepada orang lain yang
dapat ditagih atau diminta kembali. Dalam literature fikih, qardh dikategorikan
dalam aqad tathawwu’i atau akad saling membantu dan bukan transaksi komersil.[5]
B.
Dasar
Hukum Qardh
Landasan hukum disyariatkannya qardh berdasarkan Al-Qur’an dan
Al-Sunnah. Landasan berdasarkan Al-Qur’an adalah:
1.
Al-Qur’an
a.
Surah
Al-Baqarah ayat 245
مَنْ ذَا الَّذِي يُقْرِضُ اللَّهَ قَرْضًا
حَسَنًا فَيُضَاعِفَهُ لَهُ أَضْعَافًا كَثِيرَةً ۚ وَاللَّهُ يَقْبِضُ وَيَبْسُطُ
وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ
“Siapakah
yang mau member pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya
di jalan Allah), maka Allah akan memperlipatgandakan pembayaran kepadanya
dengan lipat ganda yang banyak”.
b.
Surat
Al-Maidah ayat 12
لَئِنْ أَقَمْتُمُ الصَّلَاةَ وَآتَيْتُمُ
الزَّكَاةَ وَآمَنْتُمْ بِرُسُلِي وَعَزَّرْتُمُوهُمْ وَأَقْرَضْتُمُ اللَّهَ
قَرْضًا حَسَنًا لَأُكَفِّرَنَّ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَلَأُدْخِلَنَّكُمْ
جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ ۚ
“….sesungguhnya jika kamu mendirikan shalat dan menunaikan zakat serta
beriman kepada rasul-rasulku dan kamu bantu mereka dan kamu pinjamkan kepada
Allah pinjaman yang baik; Sesungguhnya Aku akan menutupi dosa-dosamu. Dan
Sesungguhnya kamu akan Kumasukkan ke dalam surge yang mengalir air di dalamnya
sungai-sungai…”[6]
c.
QS.
al-Baqarah: 282
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا
تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَىٰ أَجَلٍ مُسَمًّى فَاكْتُبُوهُ
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara
tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya .. . "
2.
Hadis
a.
Riwayat
Muslim:
“Orang yang melepaskan seorang muslim dari kesulitannya di dunia, Allah
akan melepaskan kesulitannya di hari kiamat: dan Allah senantiasa menolong
hamba-hamba-Nya selama dia (suka) menolong saudaranya.”
b.
Riwayat
Bukhari: “Orang yang terbaik di antara kamu adalah orang yang paling baik dalam
pembayan utangnya.”
3.
Kaidah
fikih:
"Setiap utang piutang yang mendatangkan
manfaat (bagi yang berpiutang) adalah riba.
4.
Ijma’.
Para ulama telah menyepakati bahwa qardh
boleh dilakukan. Kesepakatan ulama ini didasari tabiat manusia yang tidak bisa
hidup tanpa pertolongan dan bantuan saudaranya. Tidak ada seorang pun yang
memiliki segala barang yang dibutuhkan. Oleh karena itu, pinjam-meminjam sudah
menjadi satu bagian dari kehidupan di dunia ini. Dan, Islam adalah agama yang
sangat memerhatikan segenap kebutuhan umatnya.[7]
Berdasarkan Fatwa DSN tersebut, maka yang
menjadi pertimbangan Dewan Islam Nasional menetapkan al-Qardh sebagai sebuah
sistem perekonomian yang sah menurut Islam adalah:
1.
Lembaga
Keuangan Islam (LKS) di samping sebagai lembaga komersial, harus dapat berperan
sebagai lembaga sosial yang dapat meningkatkan perekonomian secara maksimal.
2.
Sebagai
salah satu sarana peningkatan perekonomian yang dapat dilakukan oleh LKS adalah
penyaluran dana melalui prinsip alQardh, yakni suatu akad pinjaman kepada
nasabah dengan ketentuan bahwa nasabah wajib mengembalikan dana yang
diterimanya kepada LKS pada waktu yang telah disepakati oleh LKS dan nasabah.
3.
Akad
tersebut sesuai dengan Islam, DSN memandang perlu me netapkan fatwa tentang
akad al-Qardh untuk dijadikan peroleh oleh LKS.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam al-Qardh adalah:
Ketentuan al-Qardh:
a.
Al-Qardh
adalah pinjaman yang diberikan kepada nasab (muqtaridh) yang memerlukan;
b.
Nasabah
al Qardh wajib mengembalikan jumlah
pokok yang diterima pada waktu yang telah disepakati bersama;
c.
Biaya
administrasi dibebankan kepada nasabah;
d.
LKS
dapat meminta jaminan kepada nasabah bilamana dipandang perlu;
e.
Nasabah
al-Qardh dapat memberikan tambahan
(sumbahg dengan sukarela kepada LKS selama tidak diperjanjikan lam akad; dan
f.
Jika
nasabah tidak dapat mengembalikan sebagian atau seluruh kewajibannya pada saat
yang telah disepakati dan LKS telah memastikan ketidakmampuannya, LKS dapat
memperpanjang jangka waktu pengembalian, atau Menghapus sebagian atau seluruh kewajibannya.[8]
C.
Rukun Al-Qardh
Rukun Qord sama seperti halnya akad-akad yang lain, qardh memiliki rukun-rukun utama, antara lain:
1.
Muqridh (pemilik barang) ;
2.
Muqtaridh (yang mendapat barang atau peminjam);
3.
Ijab
kabul; dan
4.
Qardh (barang yang dipinjamkan).
D.
Hukum Al-Qardh
1.
Qardh
menghasilkan penetapan pemilikan. Jika seseorang meminjamkan sebuah mobil,
muqtandh berhak untuk menyimpan, memanfaatkan, serta mengembalikannya di
kemudian hari jika muqridh ingin mengalihkan pengembalian barang, kepemilikan bisa berubah dari
muqridh kepada muqtaridh.
2.
Para
ulama sepakat bahwa penyelesaian akad qardh
harus dilakukan di daerah tempat qardh
itu disepakati. Sungguh pun demikian, penyelesaian akad qardh sah dilakukan di tempat lain jika tidak ada biaya
transportasi atau memang disepakati demikian.
3.
Islam
juga mengajarkan agar pemberian qardh oleh si muqridh tidak dikaitkan dengan
syarat lain berupa manfaat yang harus diberikan oleh si muqtaridh kepadanya.[9]
E.
Ketentuan
Persyataran Akad Qard
Wahbah al-Zuhaili menjelaskan bahwa secara
garis besar ada empat syarat yang harus dipenuhi dalam akad qard, yaitu:
1.
Akad qard dilakukan dengan sigat ijab dan
Kabul atau bentuk lain yang dapat menggantikannya, seperti muatah (akad dengan
tindakan/ saling memberi dan
saling mengerti).
2.
Kedua
belah pihak yang terlibat akad harus cakap hukum (berakal, baligh dan tanpa
paksaan). Berdasarkan syarat ini, maka qard sebagai akad tabrrau (berdema/sosial),
maka akad qard yang dilakukan anak kecil, orang gila, orang bodoh atau orang
yang dipaksa, maka hukumnya tidak sah.
Menurut kalangan hanafiyah, harta yang
dipinjaman haruslah harta yang ada padanannya di pasaran, atau padanan nilainya
(mitsil), sementara menurut jumhur
ulama, harta yang dipinjamkan dalam qard dapat berupa harta apa saja yang dapat
dijadikan tanggungan.
Pasal 612 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah
(KHES) menyebutkan bahwa pihak peminjam harus mengembalikan pinjamannya sebagaimana
waktu yang telah ditentukan dan disepakati oleh para pihak. Namun dalam qard,
pihak peminjam tidak mengulur-ulur waktu pengembalian pinjaman ketika dia sudah
mampu untuk mrngrmbalikan. Ketentuan lain adalah pasal 614 KHES yang
menyebutkan bahwa dalam akad qard, pihak yang meminjamkan dapat meminta jaminan
kepada pihak yang meminjam. Hal ini diperlukan untuk menghindari penyalahgunaan
pinjaman atau qard.[10]
F.
Iplementasi
akad qard di lembaga keuangan syariah
Uang yang dititipkan nasabah kepada LKS yang
biasanya menggunakan akad wadiah dapat berubah menjadi qard. Perubahan ini terjadi apabila pihak LKS menggunakan dana atau
uang tersebut untuk dimanfaatkan atau diinvestasikan dalam kegiatan bisnis atau
penggunaan uang tersebut untuk dikembangkan. Namun demikian, bila ada
keuntungan yang dipatok dengan bunga tertentu, maka hal ini tidak dibenarkan
dalam syariat. Kalaupun pihak bank tidak memberikan bunga, namun menggunakan
dana titipan tersebut untuk melakukan kredit ribawi dan praktek-praktek yang di
haramkan lainya, hal ini juga tidak diperbolehkan.
Berkaitan dengan deposito, al-Zuhaili
menjelaskan bahwa menurutnya ada tiga macam,
pertama, deposito yang mempunyai nilai yang terus
bertambah karena diinvestasikan.
Kedua, deposito yang memiliki pemasukan lancer,
dimana keuntungan atau laba dapat ditarik setiap setengah atau satu tahun,
sementara pokok pinjaman masih utuh.
Ketiga, deposito yang tidak memberikan laba pasti
setiap tahun, namun nasabah diberi keuntungan dengan cara undian.
Berdasarkan tiga jenis depositodi atas, jenis
pertama kedua menurut wahbah al-Zuhaili masuk dalam kategori qard, namun yang
dilarang, karena ada keuntungan ribawi. Begitu juga jenis yang ketiga, meskipun
tidak memberikan laba pasti, namun pemberian hadiah dengan undian hanyalah hilah untuk memberikan bunga kepada
nasabah pemberi pinjaman.
Praktik qard
dalam Lembaga Keuangan Syariah, mengingat sifatnya bukan transaksi komersial
dan tanpa kompensasi, maka qard menggunakan sumber dana yang berasal:
1.
Untuk
membantu dana talanagn yang bersifat jangka pendek, digunakan modal bank.
2.
Untuk
membantu usaha sanagat kecil dan keperluan sosial, digunakan dana yang
bersumber dari zakat, infak dan sedekah.
3.
Ketentuan
lembaga keuangan, termasuk bank terkait dengan qard adalah sebagai berikut:
4.
Kontrak
perjanjian qard dilaksanakan antara bank dan nasabah.
5.
Bila
terdapat keuntungan, maka keuntungan 100% dinikmati oleh nasabah, tidak dibagi
hasilkan dengan bank syariah.
6.
Pada
saat pembayaran atau jatuh tempo, maka nasabah mengembalikan 100% modal yang
berasal dari bank syariah, tanpa ada hambatan .
G. Aplikasi dalam Perbankan Akad qardh
Biasanya
diterapkan sebagai berikut:
1.
Sebagai
produk pelengkap kepada nasabah yang telah terbukti loyalitas dan bonaflditasnya
yang membutuhkan dana talangan segera untuk masa yang relatif pendek. Nasabah
tersebut akan mengembalikan secepatnya sejumlah uang yang dipinjamkannya itu.
2.
Sebagai
fasilitas nasabah yang memerlukan dana cepat, sedangkan ia tidak bisa menarik
dananya karena, misalnya, tersimpan dalam bentuk deposito.
3.
Sebagai
produk untuk menyumbang usaha yang sangat kecil, atau membantu sektor sosial.
Guna pemenuhan skema khusus ini telah dikenal produk khusus yaitu qardhul hasan.[11]
H. Praktik qard dalam Lembaga Keuangan Syariah
dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.
Nasabah
mrngajukan pinjaman dana qard kepada lembaga keuangan syariah.
2.
Nasabah
dan pihak LKS menyepakati mengenai biaya administrasi dan waktu pengembalian
pinjaman.
3.
LKS
dapat meminta jaminan atas pinjaman apabila diperlukan.
4.
Nasabah
menggunakan dana pinjaman tersebut untuk usaha.
5.
Apabila
mendapat keuntungan dari usaha tersebut, maka selruhnya menjadi hak nasabah,
apabila terjadi kerugian, maka juga menjadi tanggung jawab nasabah.
6.
Nasabah
harus mengembalikan pinjamin sejumlah nominal yang dipinjam, tanpa harus
memberikan margin atau bunga.
Pasal
615 KHES menyebutkan bahwa nasabah dapat memberikan tambahan/sumbangan dengan
sukarela kepada pemberi pinjaman selama tidak diperjanjiakan dalam transaksi.
Pasal
616 KHES menyebutkan bahwa jika nasabah tidak dapat mengembalikan sebagian atau
seluruh kewajibannya pada saat yang telah disepakati dan pemberi pinjaman
lembaga keuangan syariah telah memastikan ketidakmampuan dapat:
1.
Memperpanjang
jangka waktu pengembalian, atau
BAB III
KESIMPULAN
Qard adalah
pinjaman uang atau modal yang diberikan seseorang kepada pihaklainya, dimana
pinjaman tersebut digunakan untuk usaha atau menjalankan bisnis tertentu. Pihak
peminjam berkewajiban mengembalikan pinjaman tersebut sesuai dengan jumlah yang
dipinjamkan tanpa bergantung kepada untung atau rugi usaha yang dijalankannya.
Pinjaman qord juga tidak berbunga, karena prinsip dalam qard ini adalah tolong
menolong.
Adapun Hikmah disyariatkannya Al-Qardh dapat dilihat dari
dua sisi, sisi pertama dari orang yang berhutang (muqtaridh) yaitu membantu
mereka yang membutuhkan, dan sisi kedua adalah dari orang yang yang memberi
hutang (muqridh) yaitu dapat menumbuhkan jiwa ingin menolong orang lain,
menghaluskan perasaan sehingga ia peka terhadap kesulitan yang dialami oleh
orang lain. yaitu Belas
kasih dan kasih sayang terhadap mereka, Perbuatan
yang membuka lebar-lebar (menguraikan) kesulitan yang mereka hadapi, Mendatangkan kemaslahatan bagi mereka
yang berhutang.
DAFTAR PUSTAKA
Mardani. 2015. Fiqih
Ekonomi Syariah, Jakarta: Prenadamedia Grup.
ath-Thayar,
Abdullah bin Muhammad dkk.2009. Ensiklopedi Fiqih Muamalah,
Yogyakarta: Maktabah al-Hanif
Nawawi,Ismail.2011. Fikih Muamalah Klasik dan
Kontemporer, Bogor: Ghalia Indonesia.
Mustofa,
Imam . 2016. Fiqih
Muamalah Kontemporer, Metro: Rajagravindo Persada.
Huda, Nurul dan
Mohamad Heykal, 2015. Lembaga Keuangan Islam Tinjauan Teoritis dan
Praktis, jakarta: Prenademedia Group.
[3] Nurul huda dan
Mohamad Heykal, Lembaga Keuangan
Islam Tinjauan Teoritis dan Praktis, (jakarta:Prenademedia Group 2015), Hlm
58
[4] Abdullah bin
Muhammad ath-Thayar, dkk. Ensiklopedi
Fiqih Muamalah, terj. Miftahul Khair, (Cet. 1; Yogyakarta: Maktabah
al-Hanif, 2009), hal. 153.
[5] Ismail Nawawi, Fikih Muamalah Klasik dan Kontemporer,
(Bogor: Ghalia Indonesia, 2012), hal. 178.
[10] Mustofa,
Op.Cit.,hlm. 172
Tidak ada komentar:
Posting Komentar