Selasa, 20 November 2018

Makalah Qord (Utang Piutang)


MAKALAH

Qord (Utang Piutang)
Disusun Guna Untuk Memenuhi Tugas Makalah Fiqh Muamalah II
Dosen Pengampu : Juhratul Khulwah, M.Si.




Disusun Oleh:
Ahmad Arif Andirson        1621030473
Murtiana                              1621xxxxx
Nur Hasanah                       1621030412
Teguh sumanto                   1621030610


PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
2018 M /1439 H






KATA PENGANTAR


Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-NYA sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan mengenai mata kuliah Fiqih Muamalah II  bagi para pembaca. Harapannya supaya lebih faham mengenai mata kuliah Fiqh mawaris pada sub Qordh.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman saya, Saya yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu Saya sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.


Bandar Lampung, 10 November  2018


Tim Penyusun








DAFTAR ISI


Halaman Judul.............................................................................................. i
Kata Pengantar............................................................................................. ii
Daftar Isi..................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang.................................................................................. iv
B.     Rumusan Masalah............................................................................. iv
BAB II PEMBAHASAN
A.    Pengertian Qord........................................................................... 1
B.     Landasan Hukum Al-Qardh......................................................... 3
C.     Rukun Qordh............................................................................... 5
D.    Hukum Qordh.............................................................................. 5
E.     Ketentuan Persyataran Akad Qard.............................................. 6
F.      Iplementasi akad qard di lembaga keuangan syariah................... 7
G.    Aplikasi dalam Perbankan Akad qardh....................................... 8
H.    Praktik qard dalam Lembaga Keuangan Syariah......................... 8
BAB II PENUTUP
Kesimpulan................................................................................................ 10









BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
                Hutang piutang adalah perkara yang tidak bisa dipisahkan dalam interaksi kehidupan manusia. Ketidakmerataan dalam hal materi adalah salah satu penyebab munculnya perkara ini. Selain itu juga adanya pihak yang menyediakan jasa peminjaman (hutang) juga ikut ambil bagian dalam transaksi ini.
                Islam sebagai agama yang mengatur segala urusan dalam kehidupan manusia juga mengatur mengenai perkara hutang piutang. Konsep hutang piutang yang ada dalam Islam pada dasarnya adalah untuk memberikan kemudahan bagi orang yang sedang kesusahan. Namun pada zaman sekarang, konsep muamalah sedikit banyak telah bercampur aduk dengan konsep yang diadopsi dari luar Islam. Hal ini sedikit demi sedikit mulai menyisihka, menggeser, bahkan bisa menghilangkan konsep muamalah Islam itu sendiri. Oleh karena itulah, perkara hutang piutang ini penting untuk diketahui oleh umat Islam agar nantinya bisa melaksanakan transaksi sesuai dengan yang telah disyariatkan oleh Allah swt.
                Bertolak dari apa yang sedikit diuraikan di atas, makalah ini dibuat untuk  memaparkan apa yang telah disyariatkan oleh agama Islam terkait al-Qardh (hutang piutang) dengan kajian normatif yang dikutip dari berbagai sumber terkait definisi, landasan hukum, hukum qardh, dan lain sebagainya.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan  latar belakang di atas,  terdapat beberapa masalah yang akan dibahas sebagai berikut:
1.    Apa definisi al-Qardh
2.    Dasar Hukum Qordh dan Rukun
3.    Ketentuan Persyataran Akad Qard
4.    Iplementasi akad Qard di Lembaga Keuangan Syariah
5.    Aplikasi dalam Perbankan Akad qardh
6.    Praktik qard dalam Lembaga Keuangan Syariah







BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Qardh
Secara etimologis qardh merupakan bentuk masdar dari qaradha asy-syai’-yaqridhu, yang berarti dia memutuskannya. Dikatakan, qaradhu asy-syai’a bil-miqradh, atau memutus sesuatu dengan gunting. Al-qardh adalah sesuatu yang diberikan oleh pemilik untuk dibayar.
Adapun qardh secara terminologis adalah memberikan harta kepada orang yang memanfaatkannya dan mengembalikan gantinya dikemudian hari. Menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, qardh adalah penyediaan dana atau tagihan antarlembaga keuangan syariah dengan pihak peminjam yang mewajibkan pihak peminjam untuk melakukan pembayaran secara tunai atau cicilan dalam jangka waktu tertentu. Definisi yang dikemukakan dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah bersifat aplikatif dalam akad pinjam-meminjam antara nasabah dan lembaga keuangan Syariah.[1]
Qard adalah pinjaman uang atau modal yang diberikan seseorang kepada pihaklainya, dimana pinjaman tersebut digunakan untuk usaha atau menjalankan bisnis tertentu. Pihak peminjam berkewajiban mengembalikan pinjaman tersebut sesuai dengan jumlah yang dipinjamkan tanpa bergantung kepada untung atau rugi usaha yang dijalankannya. Pinjaman qord juga tidak berbunga, karena prinsip dalam qard ini adalah tolong menolong.
Berdasarkan firman Allah dalam surat Al-Maidah  ayat: 2 yang beratiTolong menolonglah kalian dalam kebaikan dan taqwa, dan janganlah kalian tolong menolong dalam perbuatan dosa dan permusuhan”.[2]
Qardh adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali. Dalam literatur fikih Salaf ash Shalih, qardh dikategorikan dalam akad tathawwul atau akad saling bantu membantu dan bukan transaksi komersial atau dapat juga dikatakan suatu akad pembiayaan kepada nasabah tertentu dengan ketentuan bahwa nasabah wajib mengembalikan dana yang diterimanya kepada Lembaga  Keislaman keuangan Islam (LKI) pada waktu yang telah disepakati oleh LKI dan nasabah.[3]
Adapun qardh secara terminologis adalah memberikan harta kepada orang yang akan memanfaatkannya dan mengembalikan gantinya dikemudian hari.[4] Menurut Firdaus at al., qardh adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali. Dalam literature fikih, qardh dikategorikan dalam aqad tathawwu’i atau akad saling membantu dan bukan transaksi komersil.[5]

B.     Dasar Hukum Qardh
Landasan hukum disyariatkannya qardh berdasarkan Al-Qur’an dan Al-Sunnah. Landasan berdasarkan Al-Qur’an adalah:
1.      Al-Qur’an
a.       Surah Al-Baqarah ayat 245
مَنْ ذَا الَّذِي يُقْرِضُ اللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا فَيُضَاعِفَهُ لَهُ أَضْعَافًا كَثِيرَةً ۚ وَاللَّهُ يَقْبِضُ وَيَبْسُطُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ

 Siapakah yang mau member pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan memperlipatgandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak”.

b.        Surat Al-Maidah ayat 12

لَئِنْ أَقَمْتُمُ الصَّلَاةَ وَآتَيْتُمُ الزَّكَاةَ وَآمَنْتُمْ بِرُسُلِي وَعَزَّرْتُمُوهُمْ وَأَقْرَضْتُمُ اللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا لَأُكَفِّرَنَّ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَلَأُدْخِلَنَّكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ ۚ

 “….sesungguhnya jika kamu mendirikan shalat dan menunaikan zakat serta beriman kepada rasul-rasulku dan kamu bantu mereka dan kamu pinjamkan kepada Allah pinjaman yang baik; Sesungguhnya Aku akan menutupi dosa-dosamu. Dan Sesungguhnya kamu akan Kumasukkan ke dalam surge yang mengalir air di dalamnya sungai-sungai…”[6]

c.         QS. al-Baqarah: 282

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَىٰ أَجَلٍ مُسَمًّى فَاكْتُبُوهُ

 “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya .. . "

2.      Hadis
a.       Riwayat Muslim:
“Orang yang melepaskan seorang muslim dari kesulitannya di dunia, Allah akan melepaskan kesulitannya di hari kiamat: dan Allah senantiasa menolong hamba-hamba-Nya selama dia (suka) menolong saudaranya.”
b.      Riwayat Bukhari: “Orang yang terbaik di antara kamu adalah orang yang paling baik dalam pembayan utangnya.”

3.      Kaidah fikih:
"Setiap utang piutang yang mendatangkan manfaat (bagi yang berpiutang) adalah riba.

4.    Ijma’.
Para ulama telah menyepakati bahwa qardh boleh dilakukan. Kesepakatan ulama ini didasari tabiat manusia yang tidak bisa hidup tanpa pertolongan dan bantuan saudaranya. Tidak ada seorang pun yang memiliki segala barang yang dibutuhkan. Oleh karena itu, pinjam-meminjam sudah menjadi satu bagian dari kehidupan di dunia ini. Dan, Islam adalah agama yang sangat memerhatikan segenap kebutuhan umatnya.[7]
Berdasarkan Fatwa DSN tersebut, maka yang menjadi pertimbangan Dewan Islam Nasional menetapkan al-Qardh sebagai sebuah sistem perekonomian yang sah menurut Islam adalah:
1.        Lembaga Keuangan Islam (LKS) di samping sebagai lembaga komersial, harus dapat berperan sebagai lembaga sosial yang dapat meningkatkan perekonomian secara maksimal.
2.        Sebagai salah satu sarana peningkatan perekonomian yang dapat dilakukan oleh LKS adalah penyaluran dana melalui prinsip alQardh, yakni suatu akad pinjaman kepada nasabah dengan ketentuan bahwa nasabah wajib mengembalikan dana yang diterimanya kepada LKS pada waktu yang telah disepakati oleh LKS dan nasabah.
3.        Akad tersebut sesuai dengan Islam, DSN memandang perlu me netapkan fatwa tentang akad al-Qardh untuk dijadikan peroleh oleh LKS.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam al-Qardh adalah:
Ketentuan al-Qardh:
a.    Al-Qardh adalah pinjaman yang diberikan kepada nasab (muqtaridh) yang memerlukan;
b.    Nasabah al Qardh wajib mengembalikan jumlah pokok yang diterima pada waktu yang telah disepakati bersama;
c.    Biaya administrasi dibebankan kepada nasabah;
d.   LKS dapat meminta jaminan kepada nasabah bilamana dipandang perlu;
e.    Nasabah al-Qardh dapat memberikan tambahan (sumbahg dengan sukarela kepada LKS selama tidak diperjanjikan lam akad; dan
f.     Jika nasabah tidak dapat mengembalikan sebagian atau seluruh kewajibannya pada saat yang telah disepakati dan LKS telah memastikan ketidakmampuannya, LKS dapat memperpanjang jangka waktu pengembalian, atau Menghapus  sebagian atau seluruh kewajibannya.[8]

C.    Rukun Al-Qardh
Rukun Qord sama seperti halnya akad-akad yang lain, qardh  memiliki rukun-rukun utama, antara lain:
1.         Muqridh (pemilik barang) ;
2.         Muqtaridh (yang mendapat barang atau peminjam);
3.         Ijab kabul; dan
4.         Qardh (barang yang dipinjamkan).

D.    Hukum Al-Qardh
1.    Qardh menghasilkan penetapan pemilikan. Jika seseorang meminjamkan sebuah mobil, muqtandh berhak untuk menyimpan, memanfaatkan, serta mengembalikannya di kemudian hari jika muqridh ingin mengalihkan pengembalian barang, kepemilikan bisa berubah dari muqridh kepada muqtaridh.
2.    Para ulama sepakat bahwa penyelesaian akad qardh harus dilakukan di daerah tempat qardh itu disepakati. Sungguh pun demikian, penyelesaian akad qardh sah dilakukan di tempat lain jika tidak ada biaya transportasi atau memang disepakati demikian.
3.    Islam juga mengajarkan agar pemberian qardh oleh si muqridh tidak dikaitkan dengan syarat lain berupa manfaat yang harus diberikan oleh si muqtaridh kepadanya.[9]

E.     Ketentuan Persyataran Akad Qard
Wahbah al-Zuhaili menjelaskan bahwa secara garis besar ada empat syarat yang harus dipenuhi dalam akad qard, yaitu:
1.    Akad qard dilakukan dengan sigat ijab dan Kabul atau bentuk lain yang dapat menggantikannya, seperti muatah (akad dengan tindakan/ saling memberi dan saling mengerti).
2.    Kedua belah pihak yang terlibat akad harus cakap hukum (berakal, baligh dan tanpa paksaan). Berdasarkan syarat ini, maka qard sebagai akad tabrrau (berdema/sosial), maka akad qard yang dilakukan anak kecil, orang gila, orang bodoh atau orang yang dipaksa, maka hukumnya tidak sah.
Menurut kalangan hanafiyah, harta yang dipinjaman haruslah harta yang ada padanannya di pasaran, atau padanan nilainya (mitsil), sementara menurut jumhur ulama, harta yang dipinjamkan dalam qard dapat berupa harta apa saja yang dapat dijadikan tanggungan.
Pasal 612 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) menyebutkan bahwa pihak peminjam harus mengembalikan pinjamannya sebagaimana waktu yang telah ditentukan dan disepakati oleh para pihak. Namun dalam qard, pihak peminjam tidak mengulur-ulur waktu pengembalian pinjaman ketika dia sudah mampu untuk mrngrmbalikan. Ketentuan lain adalah pasal 614 KHES yang menyebutkan bahwa dalam akad qard, pihak yang meminjamkan dapat meminta jaminan kepada pihak yang meminjam. Hal ini diperlukan untuk menghindari penyalahgunaan pinjaman atau qard.[10]

F.      Iplementasi akad qard di lembaga keuangan syariah
Uang yang dititipkan nasabah kepada LKS yang biasanya menggunakan akad wadiah dapat berubah menjadi qard. Perubahan ini terjadi apabila pihak LKS menggunakan dana atau uang tersebut untuk dimanfaatkan atau diinvestasikan dalam kegiatan bisnis atau penggunaan uang tersebut untuk dikembangkan. Namun demikian, bila ada keuntungan yang dipatok dengan bunga tertentu, maka hal ini tidak dibenarkan dalam syariat. Kalaupun pihak bank tidak memberikan bunga, namun menggunakan dana titipan tersebut untuk melakukan kredit ribawi dan praktek-praktek yang di haramkan lainya, hal ini juga tidak diperbolehkan.
Berkaitan dengan deposito, al-Zuhaili menjelaskan bahwa menurutnya ada tiga macam,
pertama, deposito yang mempunyai nilai yang terus bertambah karena diinvestasikan.
Kedua, deposito yang memiliki pemasukan lancer, dimana keuntungan atau laba dapat ditarik setiap setengah atau satu tahun, sementara pokok pinjaman masih utuh.
Ketiga, deposito yang tidak memberikan laba pasti setiap tahun, namun nasabah diberi keuntungan dengan cara undian.
Berdasarkan tiga jenis depositodi atas, jenis pertama kedua menurut wahbah al-Zuhaili masuk dalam kategori qard, namun yang dilarang, karena ada keuntungan ribawi. Begitu juga jenis yang ketiga, meskipun tidak memberikan laba pasti, namun pemberian hadiah dengan undian hanyalah hilah untuk memberikan bunga kepada nasabah pemberi pinjaman.
Praktik qard dalam Lembaga Keuangan Syariah, mengingat sifatnya bukan transaksi komersial dan tanpa kompensasi, maka qard menggunakan sumber dana yang berasal:
1.    Untuk membantu dana talanagn yang bersifat jangka pendek, digunakan modal bank.
2.    Untuk membantu usaha sanagat kecil dan keperluan sosial, digunakan dana yang bersumber dari zakat, infak dan sedekah.
3.    Ketentuan lembaga keuangan, termasuk bank terkait dengan qard adalah sebagai berikut:
4.    Kontrak perjanjian qard dilaksanakan antara bank dan nasabah.
5.    Bila terdapat keuntungan, maka keuntungan 100% dinikmati oleh nasabah, tidak dibagi hasilkan dengan bank syariah.
6.    Pada saat pembayaran atau jatuh tempo, maka nasabah mengembalikan 100% modal yang berasal dari bank syariah, tanpa ada hambatan .

G.    Aplikasi dalam Perbankan Akad qardh
Biasanya diterapkan sebagai berikut:
1.    Sebagai produk pelengkap kepada nasabah yang telah terbukti loyalitas dan bonaflditasnya yang membutuhkan dana talangan segera untuk masa yang relatif pendek. Nasabah tersebut akan mengembalikan secepatnya sejumlah uang yang dipinjamkannya itu.
2.    Sebagai fasilitas nasabah yang memerlukan dana cepat, sedangkan ia tidak bisa menarik dananya karena, misalnya, tersimpan dalam bentuk deposito.
3.    Sebagai produk untuk menyumbang usaha yang sangat kecil, atau membantu sektor sosial. Guna pemenuhan skema khusus ini telah dikenal produk khusus yaitu qardhul hasan.[11]

H.    Praktik qard dalam Lembaga Keuangan Syariah dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.    Nasabah mrngajukan pinjaman dana qard kepada lembaga keuangan syariah.
2.    Nasabah dan pihak LKS menyepakati mengenai biaya administrasi dan waktu pengembalian pinjaman.
3.    LKS dapat meminta jaminan atas pinjaman apabila diperlukan.
4.    Nasabah menggunakan dana pinjaman tersebut untuk usaha.
5.    Apabila mendapat keuntungan dari usaha tersebut, maka selruhnya menjadi hak nasabah, apabila terjadi kerugian, maka juga menjadi tanggung jawab nasabah.
6.    Nasabah harus mengembalikan pinjamin sejumlah nominal yang dipinjam, tanpa harus memberikan margin atau bunga.
Pasal 615 KHES menyebutkan bahwa nasabah dapat memberikan tambahan/sumbangan dengan sukarela kepada pemberi pinjaman selama tidak diperjanjiakan dalam transaksi.
Pasal 616 KHES menyebutkan bahwa jika nasabah tidak dapat mengembalikan sebagian atau seluruh kewajibannya pada saat yang telah disepakati dan pemberi pinjaman lembaga keuangan syariah telah memastikan ketidakmampuan dapat:
1.    Memperpanjang jangka waktu pengembalian, atau
2.    Menghapus / write off sebagian atau seluruh kewajibannya.[12]








BAB III
KESIMPULAN

Qard adalah pinjaman uang atau modal yang diberikan seseorang kepada pihaklainya, dimana pinjaman tersebut digunakan untuk usaha atau menjalankan bisnis tertentu. Pihak peminjam berkewajiban mengembalikan pinjaman tersebut sesuai dengan jumlah yang dipinjamkan tanpa bergantung kepada untung atau rugi usaha yang dijalankannya. Pinjaman qord juga tidak berbunga, karena prinsip dalam qard ini adalah tolong menolong.
Adapun Hikmah disyariatkannya Al-Qardh dapat dilihat dari dua sisi, sisi pertama dari orang yang berhutang (muqtaridh) yaitu membantu mereka yang membutuhkan, dan sisi kedua adalah dari orang yang yang memberi hutang (muqridh) yaitu dapat menumbuhkan jiwa ingin menolong orang lain, menghaluskan perasaan sehingga ia peka terhadap kesulitan yang dialami oleh orang lain. yaitu Belas kasih dan kasih sayang terhadap mereka, Perbuatan yang membuka lebar-lebar (menguraikan) kesulitan yang mereka hadapi, Mendatangkan kemaslahatan bagi mereka yang berhutang.










DAFTAR PUSTAKA

Mardani. 2015. Fiqih Ekonomi Syariah, Jakarta: Prenadamedia Grup.
ath-Thayar, Abdullah bin Muhammad dkk.2009. Ensiklopedi Fiqih Muamalah, Yogyakarta: Maktabah al-Hanif
Nawawi,Ismail.2011. Fikih Muamalah Klasik dan Kontemporer, Bogor: Ghalia Indonesia.
Mustofa, Imam . 2016. Fiqih Muamalah Kontemporer, Metro: Rajagravindo Persada.
Huda, Nurul dan  Mohamad  Heykal, 2015. Lembaga Keuangan Islam Tinjauan Teoritis dan Praktis, jakarta: Prenademedia Group.


[1] Mardani, Fiqih Ekonomi Syariah, (Jakarta: Prenadamedia Grup, 2015), hlm 331
[2] Imam Mustofa, Fiqih Muamalah Kontemporer, (Metro: Rajagravindo Persada, 2016)  hlm 167
[3] Nurul huda dan  Mohamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam Tinjauan Teoritis dan Praktis, (jakarta:Prenademedia Group 2015), Hlm 58
[4] Abdullah bin Muhammad ath-Thayar, dkk. Ensiklopedi Fiqih Muamalah, terj. Miftahul Khair, (Cet. 1; Yogyakarta: Maktabah al-Hanif, 2009), hal. 153.
[5] Ismail Nawawi, Fikih Muamalah Klasik dan Kontemporer, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2012), hal. 178.
[6] Imam  Mustofa, log.cit.
[7] Nurul huda dan  Mohamad Heykal, op.cit. Hlm. 60
[8] Ibid., hlm. 61
[9] Ibid., hlm.  62
[10] Mustofa, Op.Cit.,hlm. 172
[11] Nurul huda dan  Mohamad Heykal, Op.Cit. Hlm. 64
[12] Mardani, Op.Cit. Hlm.173

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Makalah tentang Pengertian Filsafat

MAKALAH PENGERTIAN FILSAFAT Makalah in dibuat untuk melengkapi tugas pada mata kuliah Filsafat Umum Dosen Penggampu ; Erik Rahman Gumiri, M....